Rabu, 29 Juli 2009

KEBIASAAN

1. Kebiasaan
The excellence is not an action only, but habitual – Aristotle
Kita sering mendengar orang berkata "ala bisa karena biasa." Anda bisa apa karena terbiasa apa? Dalam masyarakat kita temui: seseorang pasti fasih berbahasa asing tertentu jika ia biasa berinteraksi dengan para penuturnya. Orang yang terbiasa memperhatikan keunggulan orang lain memiliki banyak sahabat dari pada orang yang cendrung menonjolkan kelebihan diri. Ada kebiasaan lain bahwa awal masa pensiun merupakan masa yang sangat menyiksa bagi seseorang karena ia tak lagi pergi ke tempat kerja seperti biasanya. Demikianpula seekor kucing/anjing piaraan akan setia menunggu didepan gerbang setiap sore hari karena tahu kebiasaan jam pulang kerja tuannya. Tentu masih ada banyak kebisaan lain, baik yang positif maupun negatif.
Apa itu kebiasaan? Oxford Dictionary for Advanced Learners menjelaskan "Habit is a settled practice, especially, something that can not easily be given up. Habit is a usual behavior.
Kebiasaan adalah sebuah perbuatan/tindakan/praktek yang telah memasyarakat dan tidak mudah (sulit) untuk diabaikan atau ditinggalkan begitu saja.
Merujuk pada batasan oxford diatas, kebiasaan adalah sebuah pola hidup yang terjadi dengan melibatkan seluruh aspek kehidupan seseorang. Kebiasaan merupakan cara pandang, expresi dan tindakan yang mencerminkan diri seseorang dan berpengaruh baik terhadap diri maupun orang lain.
Kebiasaan terbentuk dari hal-hal rutin yang dilakukan secara terus-menerus dan mampu mendorong lahirnya kekuatan mental/spirit atau moral (karakter) seseorang.
Kebiasaan yang berlangsung secara baik dan efektif dapat melahirkan sebuah kehebatan, demikian Aristotle berkata "kehebatan bukanlah sebuah tindakan tetapi kebiasaan."
Namun bagaimana seseorang dapat membangun dan memiliki sebuah kebiasaan yang baik dan efektif?
Kebiasaan yang baik dan efektif dapat terbangun dari hal-hal seperti dalam pelajaran-pelajaran berikut.
2. Pikiran
Manusia berbeda dari ciptaan yang lain karena memiliki pikiran; berpikir tentang siapa diri dan siapa yang menjadikan dirinya. Juga berpikir tentang apa yang harus ia katakan dan juga apa yang akan ia lakukan.
Berpikir memberi pengakuan dan peneguhan tentang keberadaan diri. Berpikir dapat menjadi identitas diri, oleh karena itu manusia telah menempatkan Pikiran sebagai dasar dari apa yang ia katakan dan apa yang ia lakukan, dan telah dinyatakan dalam ayat suci
"Planning and thought lie behind everything that is done (Pikiran merupakan awal dari segala pekerjaan dan pertimbangan mesti mendahului setiap perbuatan)" – Sirach 37:16
Jenis dan cara kerja Pikiran
A person’s thoughts are like water in deep well, but someone with insight can draw them out – Proverb 20:5
Pikiran seseorang ibarat air yang berada di sumur yang dalam, tapi seseorang yang berpengertian bisa menimbanya keluar.
Sesuatu yang indah dan bermanfaat tidak mudah ditemukan karena berada pada tempat yang khusus disediakan baginya. Sesuatu yang indah dan bermanfaat juga tidak mudah untuk dieprgunakan kecuali melalui sebuah usaha serius atau perjuangan. Ayat suci Proverb 20:5 ini telah menjadi pedoman dasar bagi penelitian para ahli untuk menemukan apa dan bagaimana pikiran dapat bekerja. Para ahli menemukan dua bagian pokok dari pikiran (otak) manusia yakni bagian pertama tentang pikiran sadar, pikiran bawah sadar, dan bagian kedua tentang otak kiri dan otak kanan (IQ, EQ & SQ) seperti diuraikan berikut:
Pikiran Sadar dan Pikiran Bawah Sadar
Pikiran manusia terbagi dalam Conscious Mind and Subconscious Mind, keduanya mempunyai tugas:
Conscious Mind (Pikiran Sadar) menerima dan menyaring informasi-informasi dari luar, lalu melalui sebuah proses berpikir logis, conscious mind memberi alasana-alasan apakah sebuah informasi dapat diterima atau ditolak
Subconscious Mind (Pikiran Bawah Sadar) menyimpan semua informasi yang masuk secara utuh tanpa proses seleksi. Kemudian subconscious mind melakukan pengolahan terhadap informasi-informasi yang disimpan melalui programming process berikut:
Visual - Membayangkan hasil apa yang diinginkan
Imagine - Melihat dan memfokuskan pada hasil dengan seolah-olah telah dicapai
Meneguhkan dan memperkuat keyakinan bahwa hal yang diimpikan bisa dicapai
Memberdayakan tindakan berdasarkan keyakinan nyata
Secara sederhana kita dapat mengambarkan kerja otak sebagai berikut: Manusia memiliki indera dan otak. Indera menginput data berupa gambar, bunyi, rasa, cita-rasa dan bebauan dan dipasok kepada otak. Otak menerima dan meramu data-data tersebut menjadi bahasa otak. Bahasa otak tersebut digunakan untuk mengambarkan sesuatu disekitarnya melalui penalaran atau imaginasi yang berbeda. Pengambaran itu biasanya merujuk pada apa yang dilihat (visual), apa yang didengar (auditory) dan atau apa yang dirasakan (kinetic).
Jadi mulanya, manusia mengisi otak untuk berpikir; otak yang sudah terisi difungsikan untuk Analysing, Synthesizing & imaging dan Valuing terhadap apa yang dilihat (visual), apa yang didengar (auditory) dan atau apa yang dirasakan (kinetic). Melalui ketiga fungsi otak tersebut, manusia mampu berpikir secara logis dan sistematis (cermat konsep), bertindak secara tepat dan konsruktif (sesuai konsep), serta membangun kebiasaan yang baik dan terpuji. Sebagai imbalannya, manusia dapat memiliki sebuah Karakter Yang Mulia. Dengan kata lain, isi otak diwujudkan dalam kata, kata dinyatakan dalam tindakan, tindakan melahirkan kebiasaan dan kebiasaan akan meneguhkan sebuah karakter.
Namun, perlu disadari bahwa pemikiran setiap orang tidak sama. Melalui pikiran yang berbeda itu, orang dapat menilai segala sesuatu sesuai kandungan pikiranya. Oleh karena itu sering kita temui suatu kebiasaan, paham dan nilai, yang dianut seseorang, sekelompok orang atau ras tertentu kadang tak dapat diterima oleh yang lain. Demikian juga tutur kata, tindakan, kebiasaan dan karakter yang dihasilkan oleh seseorang, sekelompok orang atau ras terkadang tak sama. Maka patutlah kita pahami bahwa ternyata pikiran memiliki kekuatan yang dapat menyebabkan perbedaan dalam tindakan, kebiasaan dan karakter.
Mengapa PIKIRAN dapat menyebabkan tindakan, kebiasaan dan karakter seseorang, sekelompok orang atau ras tertentu berbeda dari yang lain? Otak bawah sadar membaca (scan) keadaan sekitar dan memilih informasi penting untuk diperhatikan. Walau demikian, orang tidak hanya memperhatikan sesuatu seperti apa adanya, tetapi juga cendrung memperhatikan sesuatu berdasarkan harapan dan keinginan mereka. Setiap individu memiliki pilihan cara yang berbeda dalam memikirkan dan mengkomunikasikan apa yang dialaminya – Ada yang mengungkapkan sesuatu berdasarkan gambaran yang dilihat, yang lain berbicara tentang bunyi yang didengar dan yang lain lagi memperbincangkan sesuatu berdasarkan rasa yang dialami. Hal ini sesuai dengan pendapat Sandra Blakeslee, an award winning science writer for the New York Times bahwa "umumnya persepsi orang tentang sesuatu tidak didasarkan pada aliran informasi dari luar diri menuju otak, tetapi didasarkan pada apa yang otak alami sebelumnya, dan apa yang otak inginkan terjadi berikutnya."
Otak Kiri dan Otak Kanan
A person’s thoughts are like water in deep well, but someone with insight can draw them out – Proverb 20:5.
Proverb 20:5 tidak hanya membantu untuk menemukan otak sadar dan otak bawah sadar, tetapi juga membantu untuk menemukan kandungan otak kiri dan otak kanan (IQ, EQ dan SQ) dan juga cara kerjanya seperti penjelasan berikut.
Berpedoman pada Proverb 20:5 kita dapat belajar bahwa pikiran (otak) adalah anugrah besar yang Tuhan berikan untuk difungsikan sebesar-besar kesejahteraan diri, orang lain dan juga kelestarian alam sekitar.
Namun dalam kehidupan ini, ada orang yang mampu mendaya-gunakan otak (pikiran) secara optimal dan ada sebagian orang tidak. Ada orang yang hanya mengutamakan kemampuan (kecerdasan) bawaan seperti bahasa, berhitung dan logika saja. Kelompok orang ini akan berusaha belajar atau mengikuti pelatihan/kursus yang memberdayakan daya kognitifnya tapi mengabaikan kebutuhan mental dan spiritualnya (hoby, sosialisasi, bersedekah dan/atau ibadah). Oleh karena itu tidak mustahil ada orang yang mulanya dianggap memiliki kecerdasan atau kemampuan akademik biasa-biasa saja, bahkan dicap ‘bodoh’ saat sekolah, ternyata sangat sukses dalam kehidupan (karir, keluarga dan sosial) dikemudian hari.
Para ahli tentang otak juga menemukan bahwa ada sebagian orang dikenal sebagai penemu hebat, tetapi gagal dalam memproduksi temuannya. Atau ada juga yang diakui sebagai manager hebat, tapi lemah dalam kepemimpinan.
Mengapa bisa terjadi demikian? Selain ada pikiran (otak) sadar dan pikiran (otak) bawah sadar, para peneliti juga menemukan dua bagian otak lain; otak kiri dan otak kanan.
Setiap bagian otak (otak kiri dan otak kanan) memiliki kekhususan yang berbeda dalam fungsi, jenis informasi yang diproses dan juga berbeda dalam jenis permasalahan yang ditangani.
Otak kiri lebih banyak bekerja pada bidang yang berhubungan dengan kecerdasan bawaan seperti logika dan analisis (Intellectual Quotient). Sedangkan otak kanan lebih banyak menangani hal-hal yang bersinggungan dengan emosi dan imaginasi. Otak kanan juga bertugas menangani hal-hal yang berkenaan dengan intuisi, emosi dan kreatifitas. Otak kanan merupakan wadah bagi kecerdasaan yang bertumbuh dari emosi, usahan dan pengaruh dari luar (Emotional Quotient).
Berpedoman pada penemuan diatas, para ahli menyarankan agar setiap orang sebisa mungkin menciptakan sebuah keseimbangan kerja antara otak kiri dan otak kanan.
Intellectual Quotient (IQ)
Alfred Binet (1857-1910) menemukan kecerdasan bawaan manusia yang disebut Intellectual Quotient (IQ); sebuah kecerdasan yang mengukur kemampuan verbal (bahasa), hitung (matematika), dan nalar/logika (reasoning).
Denga kemampuan bahasa, matematika, dan logika yang baik, seseorang mampu menciptakan sebuah management yang rapi, system operational procedur yang baku, unggul dan terorganisir serta pembagian kerja yang rapi dan terperinci (detailed job descriptions). Sebagai kecerdasan bawaan, IQ dapat memberi anda motivasi internal yang baik bagi sebuah kesuksesan, namun kesuksesan itu harus terus anda optimalkan. Caranya? Belajarlah mengisi otak kiri dengan informasi, ilmu, pengetahuan, dan ketrampilan yang dapat meningkatkan kecerdasan intelektual.
Harvard University pada 1990an menemukan, keberhasilan seseorang ditentukan oleh 15% bawaan (IQ) sedangkan 85% oleh usaha. Berdasaarkan temuan diatas, anda seharusnya tak hanya mengandalkan kerja IQ saja karena bisa membuat anda tumbuh sebagai pribadi yang berpikir dan bekerja terlalu mekanis, formal dan protektif. Anda bisa meremehkan pekerjaan yang menolong anda untuk memahami dan menyenangkan diri seperti merekoleksi diri, meredefenisi nilai diri, melakukan hoby, bersosialisasi dengan keluarga, dan orang lain. Juga Anda bisa tumbuh menjadi pribadi yang kaku, mengabaikan kreatifitas, tidak peka terhadap perasaan dan suara hati. Anda kehilangan kearifan.
Emotional Quotient (EQ)
Setiap orang tentu menghendaki menjadi Manager (peran IQ) sekaligus Leader (peran EQ) dalam hidupnya, maka pada saat yang bersamaan, Anda jangan lupa mengisi otak kanan dengan informasi, ilmu, pengetahuan, ketrampilan dan nilai yang dapat menumbuh-kembangkan keseimbangan emosi, kemampuan imaginasi dan kemampuan sosialisasi serta hal-hal lain yang memberi kemampuan dalam membaca dan mengembangkan suara hati, kearifan, intuisi, kreatifitas, seni dan hoby.
Pada 1990an, Daniel Goleman melakukan penelitian, analisis dan study lapangan dibidang psykology menemukan sebuah kemampuan yang dapat mengelola perasaan yang dikenal dengan Emotional Quotient/EQ (kecerdasan emosi). EQ adalah kecerdasan yang mengelola hubungan dengan diri, orang lain dan lingkungan. Tujuannya untuk menciptakan keharmonisan didalam diri dan juga diluar diri.
Goleman dalam penelitian tersebut menyimpulkan IQ hanya bisa menyumbang 20% dari keberhasilan sedangkan 80% merupakan sumbangan dari sekumpulan kecerdasan lain yang terumus dalam sebuah Kecerdasan Emosi (EQ). Artinya pengelolaan Emotional Quotient yang baik dapat menopang dan memperlancar kerja IQ (nalar). Pendapat Goleman tentang peran EQ sebagai penopang IQ diperkuat oleh Steve Hein. Steve Hein menjelaskan bahwa IQ akan berfungsi optimal jika setiap orang memiliki kualitas Emosi yang baik yang ia singkat "BARE" berikut ini:
– Balance (keseimbangan diri)
– Awareness (Kesadaran diri)
– Responsibility (Tanggung jawab diri)
– Emphathy (Empati)
Artinya keseimbangan diri, kesadaran diri, rasa tanggung jawab dan empati merupakan pilar pokok yang dapat menopang keberhasilan kerja IQ. IQ yang tinggi tidak dapat menolong anda menjadi seseorang jika anda tidak memiliki BARE diatas.
Sedangkan Richard Charlson mengungkapkan bahwa orang-orang sukse umumnya memiliki kualitas emosi seperti yang terumus dalam 3R berikut ini:
– Responsive: Bertindak tepat sesuai masalah yang dihadapi, memiliki kemampuan mempertahankan perspective dan memiliki solusi alternative atau tindakan terbaik saat menghadapi situasi yang unik – karena ia mampu melihat sebuah gambaran keseluruhan dengan baik.
– Receptive: Terbuka terhadap saran dan gagasan, baik berupa data, kreatifitas maupun gagasan baru. Orang Receptive bersedia mendudukan diri dalam posisi "Beginner – Pemula," sebuah posisi yang selalu mendorong untuk mau dan terus belajar apa saja dan dari siapa saja walau ia sebenarnya tergolong pakar. Ia suka bekerja sama.
– Reasonable: Orang reasonable memiliki kemampuan melihat segala sesuatu secara bebas tanpa kecendrungan membenarkan diri; Karena ia tahu kecendrungan membenarkan diri sering menjadi penghambat terhadap pandangan baru yang lebih perspective dan maju. Ia memiliki kualitas menempatkan diri dalam posisi orang lain, melihat gambaran lebih besar serta mampu mempertahankan perspective. Oleh karena itu orang reasonable biasanya menempatkan diri sebagai pendengar yang baik, memiliki kepedulian dan suka menolong.
Orang berkualitas tiga R tidak mempersoalkan hal-hal kecil dalam hidup (pekerjaan, keluarga dan pergaulan) walau bertentangan dengan logika atau nalar mereka. Sebaliknya setiap persoalan yang dihadapi dijadikan sumber belajar dan evaluasi lebih lanjut.
Namun baik kualitas BARE maupun 3R harus terus dilatih menjadi B-CARE (Balance-keseimbangan, Control-pengendalian diri, Awareness-kesadaran diri, Responsibility-tanggung jawab dan Empathy-empati) secara baik, sebab jika tidak orang tersebut pada akhirnya akan cendrung mengalami:
Tak mampu menghadapi/menerima perubahan (mudah kalut oleh perubahan buruk-bad handling change)
Tidak percaya orang lain karena itu ia tak mampu bekerja sama (membetuk team)
Mudah patah dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Juga tak tahu membangun hubungan dengan diri (sering putus hubungan dengan diri senhingga gampang kalap)
Mudah mengabaikan tugas dan melempar tanggung jawab terhadap orang lain
Mudah terserang virus burn-out (kehilangan motivasi, inspirasi dan strategy/cara dalam bereaksi "missing action.")
Mudah terinfeksi virus "OVER" over action (mudah kebablasan) dan over caution (terlalu hati-hati)
Pengelolaan emosi yang baik dapat menciptakan keseimbangan dalam menciptakan keharmonisan dalam membangun hubungan dengan diri, orang lain dan lingkungan. Keseimbangan dan pengelolaan Emosi ini sangat penting karena hidup ini ibarat permainan ketangkasan lima bola; ada yang disebut bola keluarga, bola persahabatan, bola kesehatan, bola rohani dan bola pekerjaan. Diperlukan keseimbangan dan keharmonisan gerak saat melemparkan bola-bola itu ke udara agar tidak terjatuh.
Kebanyakan orang lebih mencemaskan bola pekerjaan tapi ternyata ia hanyalah sebuah bola karet yang bisa memantul lagi saat terjatuh. Sedangkan empat bola sisa terbuat dari kristal. Mereka akan tergores, terluka, retak, bahkan hancur berkeping-keping jika terjatuh dan tak akan kembali ke rupa mereka yang semula.
Spiritual Quotient (SQ)
Ada pepatah berbunyi "Cerdik (akal) tanpa ketulusan (hati nurani) adalah licik dan hati nurani (ketulusan) tanpa akal (cerdik) adalah kebodohan."
Pepatah ini memberi gambaran: Kecerdasan membuat seseorang mendapat dan menguasai ilmu, pengetahuan dan teknologi. Namun apakah kecerdasan itu dapat menciptakan sesuatu yang dapat membangun atau sebaliknya menghancurkan sangat bergantung pada ada tidaknya hati nurani.
Artinya, kecerdasan harus didukung oleh Emosi yang seimbang dan matang; dan emosi harus dijiwai oleh Spiritual/Hati Nurani/Iman yang teguh. Kecerdasan dan emosi yang tidak dibalut oleh Spiritual/Hati Nurani/Iman yang teguh rawan mendorong hati melahirkan segala Pikiran Jahat. Pikiran untuk menyesatkan, membunuh, berzinah dan bercabul. Juga melahirkan pikiran jahat untuk merampok, menipu, bersumpah palsu, menghujat dan memfitnah – Mateus 16:20.
Namun setiap manusia yang bergaul akrab dengan Tuhan akan mendapatkan Hati Baru dan Pikiran Baru (spiritual/hati) seperti tertulis dalam ayat suci "I will give you a new heart and new mind. I will take away your stubborn heart of stone and give you an obedient heart – Ezekiel 36:26.
Pikiran Baru dan Hati Baru menolong manusia memiliki sebuah Pikiran yang Tulus dan Hati yang Taat; Taat pada Tuhan dan Tulus pada sesama. Setiap orang yang memiliki Pikiran Baru dan Hati Baru akan bertumbuh menjadi pribadi yang tulus dan setia, karena itu Tuhan pasti menjadikan dia Mesbah/Tahta bagi Roh Tuhan (1Corinthians 3:16). Dari dalam Mesbah Roh inilah akan memancar Titik-titik Kebenaran yang menopang Kecerdasa Intelektual (IQ) dan menyelaraskan Kecerdasan Emosi (EQ). TujuanNya adalah agar dari Ruang Roh terpancar kualitas hidup seperti yang tertuang dalam ayat suci:
"But Spirit produces love, joy, peace, patience, kindness, goodness, faithfulness, humility and self control. There is no law against such things as these – Galatians 5:22-23
Berpedoman pada 1Corinthians 3:16, para ahli terus menggali kecerdasan manusia dan menemukan sekumpulan kecerdasan lain yang merupakan pusat dari semua kecerdasan yang ada. Donah Zohar dan Ian Marshall menyebut kecerdasan ini ’God Spot – Ruang Tuhan’ yakni sebuah ruang yang berisi Titik-Titik Kebenaran. God Spot dikenal sebagai Spiritual Quotient (SQ) atau oleh Peter Sepherd disebut Heart Intelligence (Kecerdasan Hati).
Lebih lanjut Donah Zohar dan Ian Marshal menjelaskan bahwa orang yang mampu mencerdaskan SQ nya memiliki kualitas hidup yang prima. Kualitas prima ini tercipta dari buah keseimbangan dan keharmonisan dalam hidup; seimbang dalam mendaya-gunakan nalar/logika dan harmonis dalam mengelola emosi serta teguh dalam spirit/iman.
IQ – EQ – SQ
Mencermati jenis dan fungsi kecerdasan (IQ, EQ dan SQ) yang diuraikan diatas, kita mendapt pencerahan bahwa sesungguhnya IQ, EQ dan SQ adalah anugrah Tuhan yang harus didaya-fungsikan untuk sebesar-besar kesejahteraan seperti tertuang dalam ayat suci She sends knowledge and understanding like the rain, and increase the honor of those who receive her-Sirach 1:19.
Dengan IQ dan EQ, manusia berkewajiban melakukan apa yang menjadi bagiannya seperti dicatatkan dalam ayat-aya suci berikut dengan sepenuh hati:
"Be concerned above everything else with the kingdom of God and with what he requires of you and he will provide you with all these other things. So do not worry about tomorrow, it will have enough worries of its own. There is no need to add to the troubles each day brings".– Mathew 6:33-34
"Work hard don’t be lazy. Serve the Lord with a heart full of devotion. Let your hopes keep you joyful. Be patient in all your troubles and pray all the times" – Rome: 12:11
Apakah Anda sudah menjalankan tugas seperti yang diminta diatas dengan sepenuh hati? Percayalah bahwa Tuhan akan menetapkan seberapa besar dan baik hasil yang akan anda peroleh sebagai reward atas apa yang anda lakukan seperti tertulis:
"For God will reward every person according to what he has done. Some people keep on doing good and seek glory, honor and immortal life. To them God will give eternal life." – Rome 2: 6 – 7
Reward yang disediakan Tuhan itu sesungguhnya berupa sebuah Kecerdasan Spiritual (Spiritual Quotient). Dan dengan SQ, setiap manusia dapat memancarkan sebuah kualitas hidup yang berkepenuhan dalam Kasih (love), Suka-Cita (joy), Damai Sejahtera (peace), Kesabaran (patience), Kemurahan Hati (kindness), Kebaikan (goodness), Ketulusan (faithfulness), Lemah-lembut (humility) dan Pengendalian Diri (self control).
Dari kualitas hasil pancaran Spiritual Quotient (SQ) diatas, Kasih merupakan pilar pokok. Karena Kasih itu sempurna dan tak berkesudahan. Inspirasi, Pengetahuan, Penegertian dan Hikmat bersifat sementara dan tidak sempurna. Sebab sesungguhnya sesuatu yang sempurna tiba maka yang tak sempurna akan lenyap.
Setiap pribadi yang memiliki Kasih berbeda Kualitasnya dari pribadi yang lain. Seseorang bisa saja memberikan segala yang dimiliki bahkan nyawanya sekalipun tak memberi manfaat sedikitpun jika tidak didasarkan pada kasih.
Sesungguhnya orang yang memiliki Kasih akan berkelimpahan karena Kasih itu sabar, murah hati, tak cemburu, tak memegahkan diri dan tidak sombong. Kasih itu sopan dan tak mencari keuntungan diri. Kasih tidak pemarah dan pendendam. Kasih tak bersukacita atas kelaliman tapi atas kebenaran. 1Korintus 13: 3 – 10.
Akhinya pastikan bahwa anda senantiasa belajar menumbuhkan-kembangkan kecerdasan bawaan (Intelektual) anda menjadi briliant, berusaha melatih dan menyeimbangkan Emosi guna menciptakan sebuah hubungan yang harmonis dengan diri, orang lain dan lingkungan, serta berserah (membuka) diri untuk menghadirkan Roh Tuhan dalam diri. Maka anda akan bertumbuh menjadi pribadi yang begitu kaya dalam hidup. Anda sungguh kaya dalam tutur kata, ilmu & pengetahuan, anda kaya dalam hasrat untuk melayani, kaya dalam iman dan kasih. – 2Korintus 8:7.

Tidak ada komentar: